Rangkuman Cerpen
“Tangisan Ibu dan Tarian Hujan”
Sejak kecil aku
selalu menyukai hujan,menunggu-nunggu hujan datang. Entah sekedar menyambut
dengan menadahkan tangan atau menari-nari bersama hujan.hujan membuatku tenang.
Tak jarang Ibu
memarahiku karena aku bermain dibawah guyuran air hujan,bercengkram dengan
setiap tetes air. Aku tak sendirian. Aku sering mengajak teman-teman sebaya
berhujan-hujan.
Semua kenangan
manisku tentang hujan masih tertatarapi dalam memori. Samapi suatu hari aku tak
lagi menyukai hujan. Ya,hujan telah merenggut Ayah dan kakak perempuanku. Dan itulah
yang membuat Ibuku gila.
Hari
itu,beberapa tahun yang lalu,hujan deras. Aku dan kakaku bertahan disekolah.
Ibu guru tak mengizinkan semua murid pulang. Beberapa anak menurut,tetapi tak
sedikit yang nekat pulang,termasuk aku dan kakaku.
Kami bersama
bersama beberapa teman nekat pulang. Bahkan ketika banjir pun kami tak peduli.
Kami malah bermain air yang meninggi. Ketika melihat kakaku terseret air,aku
dan teman-teman menggap dia bergurau. Kami memang sering berpura-pura terbawa
arus.
Namun makin lama
dia kian tak terlihat. Kakaku benar-benar terbawa banjir. Aku berlari pulang
sambil menangis. Seketika ayah melepas pelukannya,lalu lari terbirit-birit
mencari kakaku.
Hujan masih
mengguyur,malah semakin deras. Ibu masih berdiri dan memelukku didepan rumah.
Menunggu Ayah dan kakaku kembali. Namun,beberapa orang dating membawa jasad
Ayah. Mereka tak menemukan kakaku.
Malam itu,hujan
memadamkan hati ibuku. Sejak malam itu aku tak lagi menyukai hujan. Aku melihat
saat hujan pandangan mata ibu kosong. Harapan Ibu tak kunjung terpenuhi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar