Sabtu, 25 Maret 2017

Rangkuman Cerpen “Tangisan Ibu dan Tarian Hujan”

Rangkuman Cerpen “Tangisan Ibu dan Tarian Hujan”

Sejak kecil aku selalu menyukai hujan,menunggu-nunggu hujan datang. Entah sekedar menyambut dengan menadahkan tangan atau menari-nari bersama hujan.hujan membuatku tenang.
Tak jarang Ibu memarahiku karena aku bermain dibawah guyuran air hujan,bercengkram dengan setiap tetes air. Aku tak sendirian. Aku sering mengajak teman-teman sebaya berhujan-hujan.
Semua kenangan manisku tentang hujan masih tertatarapi dalam memori. Samapi suatu hari aku tak lagi menyukai hujan. Ya,hujan telah merenggut Ayah dan kakak perempuanku. Dan itulah yang membuat Ibuku gila.
Hari itu,beberapa tahun yang lalu,hujan deras. Aku dan kakaku bertahan disekolah. Ibu guru tak mengizinkan semua murid pulang. Beberapa anak menurut,tetapi tak sedikit yang nekat pulang,termasuk aku dan kakaku.
Kami bersama bersama beberapa teman nekat pulang. Bahkan ketika banjir pun kami tak peduli. Kami malah bermain air yang meninggi. Ketika melihat kakaku terseret air,aku dan teman-teman menggap dia bergurau. Kami memang sering berpura-pura terbawa arus.
Namun makin lama dia kian tak terlihat. Kakaku benar-benar terbawa banjir. Aku berlari pulang sambil menangis. Seketika ayah melepas pelukannya,lalu lari terbirit-birit mencari kakaku.
Hujan masih mengguyur,malah semakin deras. Ibu masih berdiri dan memelukku didepan rumah. Menunggu Ayah dan kakaku kembali. Namun,beberapa orang dating membawa jasad Ayah. Mereka tak menemukan kakaku.

Malam itu,hujan memadamkan hati ibuku. Sejak malam itu aku tak lagi menyukai hujan. Aku melihat saat hujan pandangan mata ibu kosong. Harapan Ibu tak kunjung terpenuhi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar