Rabu, 29 Maret 2017

Tugas Kuliah "Monolog Aku"

MONOLOG AKU

Namaku Heni Fatmawati. Aku lahir diKota Semarang 19th yang lalu,tepatnya tanggal 14 Juni 1997. Sekarang aku juga tinggal dan bersekolah di Kota Semarang. Aku lahir dari pasangan suami istri yang merupakan seorang pedagang. Aku adalah anak kedua dari dua bersaudara dikeluargaku. Aku memiliki seorang kakak laki-laki,dia sekarang masih berstatus sebagai seorang mahasiswa di Universitas swasta di Kabupaten Semarang. Kakaku sama sepertiku yang masih berstatus sebagai mahasiswa,yang membedakan antara kami adalah dia merupakan mahasiswa semester 6 sedangkan aku adalah mahasiswa semester 4.
            Aku adalah seorang perempuan yang memiliki badan yang besar atau gendut dengan kulit sawo matang dan rambut yang panjangnya sebahu yang sering aku ikat dengan meggunakan ikat rambut yang sering aku bawa. Selain menjadi seorang guru,aku juga bercita-cita untuk menjadi seorang travelblogger yang bisa pergi keliling dunia untuk mengeksplor negara-negara yang pernah aku singgahi. Banyak negara yang ingin aku kunjungi,aku ingin berkungjung dinegra-negara yang memiliki berbagai macam budaya dan kebiasaan yang unik yang tidak bisa aku temui di Indonesia. Aku memiliki hobi membaca,jenis bacaan yang aku sukai adalah novel yang bergenre remaja atau kisah cinta yang menurutku ringan untuk aku baca dan mudah untuk kumengerti. Novel yang aku baca semuanya dalam bentuk novel elektronik,jadi aku tidak memiliki satu pun novel dalam bentuk fisik. Aku merupakan seseorang yang tidak memiliki makanan atau minuman faforit. Jadi jika aku ditanya apa makanan dan minuman faforitmu,aku pasti tidak akan bisa mejawabnya karena menurutku semua makanan yang enak dan bisa dimakan pasti akan aku makan. 

Sabtu, 25 Maret 2017

Rangkuman Cerpen “Tangisan Ibu dan Tarian Hujan”

Rangkuman Cerpen “Tangisan Ibu dan Tarian Hujan”

Sejak kecil aku selalu menyukai hujan,menunggu-nunggu hujan datang. Entah sekedar menyambut dengan menadahkan tangan atau menari-nari bersama hujan.hujan membuatku tenang.
Tak jarang Ibu memarahiku karena aku bermain dibawah guyuran air hujan,bercengkram dengan setiap tetes air. Aku tak sendirian. Aku sering mengajak teman-teman sebaya berhujan-hujan.
Semua kenangan manisku tentang hujan masih tertatarapi dalam memori. Samapi suatu hari aku tak lagi menyukai hujan. Ya,hujan telah merenggut Ayah dan kakak perempuanku. Dan itulah yang membuat Ibuku gila.
Hari itu,beberapa tahun yang lalu,hujan deras. Aku dan kakaku bertahan disekolah. Ibu guru tak mengizinkan semua murid pulang. Beberapa anak menurut,tetapi tak sedikit yang nekat pulang,termasuk aku dan kakaku.
Kami bersama bersama beberapa teman nekat pulang. Bahkan ketika banjir pun kami tak peduli. Kami malah bermain air yang meninggi. Ketika melihat kakaku terseret air,aku dan teman-teman menggap dia bergurau. Kami memang sering berpura-pura terbawa arus.
Namun makin lama dia kian tak terlihat. Kakaku benar-benar terbawa banjir. Aku berlari pulang sambil menangis. Seketika ayah melepas pelukannya,lalu lari terbirit-birit mencari kakaku.
Hujan masih mengguyur,malah semakin deras. Ibu masih berdiri dan memelukku didepan rumah. Menunggu Ayah dan kakaku kembali. Namun,beberapa orang dating membawa jasad Ayah. Mereka tak menemukan kakaku.

Malam itu,hujan memadamkan hati ibuku. Sejak malam itu aku tak lagi menyukai hujan. Aku melihat saat hujan pandangan mata ibu kosong. Harapan Ibu tak kunjung terpenuhi. 

Rangkuman Cerpen "Sarung Kiai Ababil"

Rangkuman Cerpen "Sarung Kiai Ababil"

Kisah yang apaling berkesan selama dipesatren,tentu kisah tentang Kiai Ababil. Ia Kiai yang cukup kondang dikotaku. Pernah dimusuhi Lekra,ketika Lekra sedang gencar mementaskan sandiwara keliling. Kiai ababil menentang keras lakon-lakon itu sehingga ia pernah diburu dan mau dihabisi.
Sustu hari,orang yang member tahu bahwa Kiai Ababil bersembunyi digua dengan menggunakan jalur burung terbang. Namun,meskipun gua persembunyiannya telah dikepung,Kiai Ababil lolos juga. Waktu itu diyakini ia bias menghilang,atau mungkin juga terbang.
Bagiku,yang berkesan dari Kiai Ababil adalah sarungnya.sarung yang biasa sebagaimana orang memakai celana pendek atau panjang. Masa itu aku bagian dari orang-orang yang ikut berebut mecuci sarung Kiai Ababil. Muncul perasaan puas jika aku berhasil memcuci sarungnya. Rasanya seperti baru saja menunaikan tidak  ibadah.
Untuk bias meraih keinginan mencuci saraung Kiai Ababil,para santri kerap membuat sayembara. Untuk sayembara kecil-kecilan ini saja,aku selalu ambisius. Bahkan aku menempuh cara tidak sehat. Aku suap beberapa santri dengan sebatang rokok supayamereka sengaja mengalah.
Aku paling suka mencuci sarungnya ketika justru baunya minta ampun. Barangkali di situlah nilai berkahnya. Aku tahu kelebihan dan kekurangan Kiai Ababi. Ia juga mudah percaya padaku. Sampai dalam hal menemui tamu.
Tamu yang dating pada Kiai umumnya minta saran dan doa khususnya dalam hal meraih cita-cita dan nasib baik. Banyak tamu yang membawa souvenir berupa jam. Entah jam tangan,dinding,menja dll. Aku dan santri-santri lain merawat dan menginvestasi jam pemberian tamu itu.
Banyak keculasan yang aku lakukan selama hidup dipesantren asuhan Kiai Ababil. Dimasa mudaku,pesantren kutinggalkan. Aku pamit studi kekota lain yang mengantarka aku meraih pendidikan tinggi,berkerja mapan,lalu bergabung dengan sebuah partai.
Tapi kini,di usia tuaku,mirip Kiai Ababil dulu,aku justru hanya tinggal ,eringkuk dipenjara. Menghabiskan hari-hari Cuma dengn selalu mengenakan sarung. Masih cukup lama gerhana hidup yang mesti kutempuh selama dipenjara.
Bodohnya teman-temanku yang dulu kerap kuculasi selama dipesantren tetap berbaik hati kepadaku hingga kini. Mereka masih mau saja menjengukku. Sungguh hamper tidak ada yang kusesali dari seluruh perjalanan hidupku. Karena baik dan buruk yang kulakukan sudah kutebus.