Kamis, 11 Mei 2017

Bunga Semerah Darah

Bunga Semerah Darah
Panasnya sinar matahari siang hari ini,tak sepanas hatiku saat ini. Bagaimana tidak,tiba-tiba Tuan Harja datang kerumah dengan sejuta omongan yang mempuat darahku naik sampai keubun-ubun. Memang dia orang kaya yang memiliki segalanya,bahkan rumahku ini juga termasuk salah satu kekayaannya. Ya benar,rumahku ini adalah rumah yang aku kontrak dari Tuan Harja. Namun tak seharusnya dia berkata dan berbuat semaunya kepadaku. Dia menyuruhku untuk meninggalkan dan menceraikan suamiku agar aku bisa diperistri olehnya. Dia juga menjanjikan berbagai macam kekayaan dan juga kebagiaan jika aku mau bercerai dari suamiku dan menjadi istrinya. Namun aku terus menolak dengan kata-kata kasar karena aku juga tersinggung dengan perkataan yang ia ucapkan. Tuan Harja masih tak menyerah untuk terus  merayuku,bahkan ia juga mengancam untuk mengusirku dari kontrakan ini karena aku juga sudah menunggak pembayaran selama tiga bulan. Walau aku orang susah,aku tak akan sudi untuk menghianati suamiku dan memilih untuk menjadi istri Tuan Harja yang kaya raya itu.
Saat Tuan Harja masih merayuku dengan segala macam omongan dan juga kekayaan barang yang ia janjikan,tiba-tiba suamiku pulang dari berkerja. Suamiku memang hanya seorang kuli bangunan yang gajinya pun tak seberapa. Suamiku pun melihat apa yang dilakukan Tuan Harja kepadaku. Suamiku begitu murka saat melihat kelakuan Tuan Harja kepadaku. Ia bahkan tega menuduhku dengan kata-kata kasar,ia munuduhku bermain api dengan Tuan Harja dibelakanya. Tidak hanya itu,ia bahkan tega mendorongku hingga aku jatuh tergulai lemas di lantai. Suamiku bahkan tak mau mendengarkan penjelasanku,ia hanya menuruti emosinya saja. Saat ia hendak memukulku,tiba-tiba anakku Alya datang. Alya berteriak agar aku tak dipukul lagi,karena saat itu tubuhku pun sudah sangat lemas tak mampu lagi untuk melawan pukulan dari suamiku. Dengan teganya Bang Akhmad suamiku menuduhku bermain api dengan Tuan Harja dan memukulku serta mendorongku sampai aku jatuh kelantai,ia bahkan tega pergi dari rumah dan tak kembali lagi. Aku sudah tak kuat lagi untuk menahan kepergiannya,bahkan Alya pun yang ikut menahannya agar tidak pergi pun tak menurunkan niat Bang Akhmad untuk pergi meninggalkan rumah. Apa hati Bang Akhmad sudah tertutup oleh emosi yang menguasainya hingga ia tega berbuat ini kepadaku dan anaknya sendiri.
Setelah Bang Akhmad pergi,anakku Alya pun bertanya kepadaku kenapa hal seperti ini bisa terjadi hingga ayahnya pun pergi dari rumah. Akhirnya aku pun bercerita asal mula yang terjadi hingga ayahnya bisa marah dan pergi dari rumah. Setelah Alya mengetahui cerita yang sebenarnya terjadi,ia pun akhirnya mengerti. Alya juga percaya bahwa aku tak melakukan seperti apa yang telah dituduhkan  Bang Akhmad kepadaku. Ternyata menurut cerita Alya,diluar rumah sana sudah banyak orang yang menggosipkanku ada bermain api dengan Tuan Harja. Alya juga yakin bahwa hal ini lah yang membuat Ayahnya bisa semarah ini denganku karena ayahnya sudah termakan oleh segala macam gossip yang dibuat oleh tetangga.
Akibat dorongan dan pukulan yang kuterima dari Bang Akhmad,aku pun jatuh sakit. Sakitku kali ini bisa dibilang sakit yang cukup parah. Aku hanya bisa terbaring ditempat tidur tanpa melakukan apa-apa. Anakku Alya pun harus bersusah payah berkerja untuk mecari uang agar kami bisa terus bertahan hidup. Ia bahkan rela berkerja menjadi pencari puntung rokok hanya untuk mencari uang untuk biaya berobatku. Akibat dari perkerjaan inilah,ia terkena penyakit TBC yang bisa membahayakan dirinya. Walau Alya harus berkerja keras demi uang untuk biaya berobatku dan untuk makan kami sehari-hari,ia tak pernah menyerah dan mengeluh dengan kehidupan yang kami jalani saat ini. Aku sangat bangga kepada anakku Alya.
Aku sangat sedih dan marah kepada diriku sendiri,aku sudah tak berdaya lagi akibat penyakit yang kuderita ini hingga anakku harus menaggung beban yang sangat berat. Samar-samar saat aku sedang tidur,aku mendengar ada suara orang ribut di dalam rumahku. Ternyata tetanggaku Surti datang kerumah untuk menagih hutang kepada Alya. Aku juga mendengar Alya berkata bahwa ia tak memiliki uang untuk membayar hutang kami kepada tetanggaku Surti. Alangkah hancur hati dan perasaanku anakku harus menanggung masalah ini tanpa aku bisa berbuat apa-apa untuk membantunya.

 Hari terus berganti,penyakit yang ku derita pun semakin bertambah parah. Aku sudah menyerah dengan keadaanku saat ini,aku memilih untuk lebih baik mati dari pada anakku Alya harus terbebani oleh sakitku ini. Saat itu tiba-tiba Tuan Harja datang kerumah untuk menagih uang kontrakan kami yang memang sudah menunggak beberapa bulan. Alya yang memang sudah tak memiliki uang lagi hanya bisa memberikan janji untuk membayar uang kontrakan tiga hari lagi. Lagi-lagi aku hanya bisa mendengar perdebatan Alya dengan Tuan Harja tanpa aku bisa berbuat apa-apa. Tuan Harja terus saja mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan hinggak akhirnya Alya pun terbawa emosi,ia mengambil pisau yang ada di meja untuk melawan Tuan Harja. Karena memang tenaga anak seusia Alya tak akan sebanding dengan tenaga yang dimiliki oleh Tuan Harja,pisau yang dibawa Alya malah melukai dirinya sendiri hinggak akhirnya Alya pun menghembuskan nafas terakhirnya. Aku pun ikut merasakan apa yang aankku Alya rasakan,aku sudah tak kuat lagi merasakan rasa sakit ini hingga aku pun menyusul Alya pergi menuju alam keabadian.