Bunga Semerah Darah
Panasnya
sinar matahari siang hari ini,tak sepanas hatiku saat ini. Bagaimana
tidak,tiba-tiba Tuan Harja datang kerumah dengan sejuta omongan yang mempuat
darahku naik sampai keubun-ubun. Memang dia orang kaya yang memiliki
segalanya,bahkan rumahku ini juga termasuk salah satu kekayaannya. Ya benar,rumahku
ini adalah rumah yang aku kontrak dari Tuan Harja. Namun tak seharusnya dia
berkata dan berbuat semaunya kepadaku. Dia menyuruhku untuk meninggalkan dan
menceraikan suamiku agar aku bisa diperistri olehnya. Dia juga menjanjikan
berbagai macam kekayaan dan juga kebagiaan jika aku mau bercerai dari suamiku
dan menjadi istrinya. Namun aku terus menolak dengan kata-kata kasar karena aku
juga tersinggung dengan perkataan yang ia ucapkan. Tuan Harja masih tak menyerah
untuk terus merayuku,bahkan ia juga
mengancam untuk mengusirku dari kontrakan ini karena aku juga sudah menunggak
pembayaran selama tiga bulan. Walau aku orang susah,aku tak akan sudi untuk
menghianati suamiku dan memilih untuk menjadi istri Tuan Harja yang kaya raya
itu.
Saat
Tuan Harja masih merayuku dengan segala macam omongan dan juga kekayaan barang
yang ia janjikan,tiba-tiba suamiku pulang dari berkerja. Suamiku memang hanya
seorang kuli bangunan yang gajinya pun tak seberapa. Suamiku pun melihat apa
yang dilakukan Tuan Harja kepadaku. Suamiku begitu murka saat melihat kelakuan
Tuan Harja kepadaku. Ia bahkan tega menuduhku dengan kata-kata kasar,ia
munuduhku bermain api dengan Tuan Harja dibelakanya. Tidak hanya itu,ia bahkan
tega mendorongku hingga aku jatuh tergulai lemas di lantai. Suamiku bahkan tak
mau mendengarkan penjelasanku,ia hanya menuruti emosinya saja. Saat ia hendak
memukulku,tiba-tiba anakku Alya datang. Alya berteriak agar aku tak dipukul
lagi,karena saat itu tubuhku pun sudah sangat lemas tak mampu lagi untuk
melawan pukulan dari suamiku. Dengan teganya Bang Akhmad suamiku menuduhku
bermain api dengan Tuan Harja dan memukulku serta mendorongku sampai aku jatuh
kelantai,ia bahkan tega pergi dari rumah dan tak kembali lagi. Aku sudah tak
kuat lagi untuk menahan kepergiannya,bahkan Alya pun yang ikut menahannya agar
tidak pergi pun tak menurunkan niat Bang Akhmad untuk pergi meninggalkan rumah.
Apa hati Bang Akhmad sudah tertutup oleh emosi yang menguasainya hingga ia tega
berbuat ini kepadaku dan anaknya sendiri.
Setelah
Bang Akhmad pergi,anakku Alya pun bertanya kepadaku kenapa hal seperti ini bisa
terjadi hingga ayahnya pun pergi dari rumah. Akhirnya aku pun bercerita asal
mula yang terjadi hingga ayahnya bisa marah dan pergi dari rumah. Setelah Alya
mengetahui cerita yang sebenarnya terjadi,ia pun akhirnya mengerti. Alya juga
percaya bahwa aku tak melakukan seperti apa yang telah dituduhkan Bang Akhmad kepadaku. Ternyata menurut cerita
Alya,diluar rumah sana sudah banyak orang yang menggosipkanku ada bermain api
dengan Tuan Harja. Alya juga yakin bahwa hal ini lah yang membuat Ayahnya bisa
semarah ini denganku karena ayahnya sudah termakan oleh segala macam gossip
yang dibuat oleh tetangga.
Akibat
dorongan dan pukulan yang kuterima dari Bang Akhmad,aku pun jatuh sakit.
Sakitku kali ini bisa dibilang sakit yang cukup parah. Aku hanya bisa terbaring
ditempat tidur tanpa melakukan apa-apa. Anakku Alya pun harus bersusah payah
berkerja untuk mecari uang agar kami bisa terus bertahan hidup. Ia bahkan rela
berkerja menjadi pencari puntung rokok hanya untuk mencari uang untuk biaya
berobatku. Akibat dari perkerjaan inilah,ia terkena penyakit TBC yang bisa membahayakan
dirinya. Walau Alya harus berkerja keras demi uang untuk biaya berobatku dan
untuk makan kami sehari-hari,ia tak pernah menyerah dan mengeluh dengan kehidupan
yang kami jalani saat ini. Aku sangat bangga kepada anakku Alya.
Aku
sangat sedih dan marah kepada diriku sendiri,aku sudah tak berdaya lagi akibat
penyakit yang kuderita ini hingga anakku harus menaggung beban yang sangat
berat. Samar-samar saat aku sedang tidur,aku mendengar ada suara orang ribut di
dalam rumahku. Ternyata tetanggaku Surti datang kerumah untuk menagih hutang
kepada Alya. Aku juga mendengar Alya berkata bahwa ia tak memiliki uang untuk
membayar hutang kami kepada tetanggaku Surti. Alangkah hancur hati dan
perasaanku anakku harus menanggung masalah ini tanpa aku bisa berbuat apa-apa
untuk membantunya.
Hari terus berganti,penyakit yang ku derita
pun semakin bertambah parah. Aku sudah menyerah dengan keadaanku saat ini,aku
memilih untuk lebih baik mati dari pada anakku Alya harus terbebani oleh
sakitku ini. Saat itu tiba-tiba Tuan Harja datang kerumah untuk menagih uang
kontrakan kami yang memang sudah menunggak beberapa bulan. Alya yang memang
sudah tak memiliki uang lagi hanya bisa memberikan janji untuk membayar uang
kontrakan tiga hari lagi. Lagi-lagi aku hanya bisa mendengar perdebatan Alya
dengan Tuan Harja tanpa aku bisa berbuat apa-apa. Tuan Harja terus saja
mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan hinggak akhirnya Alya pun terbawa
emosi,ia mengambil pisau yang ada di meja untuk melawan Tuan Harja. Karena
memang tenaga anak seusia Alya tak akan sebanding dengan tenaga yang dimiliki
oleh Tuan Harja,pisau yang dibawa Alya malah melukai dirinya sendiri hinggak
akhirnya Alya pun menghembuskan nafas terakhirnya. Aku pun ikut merasakan apa
yang aankku Alya rasakan,aku sudah tak kuat lagi merasakan rasa sakit ini
hingga aku pun menyusul Alya pergi menuju alam keabadian.